Rupiah sukses menguat empat hari beruntun melawan dolar Amerika Serikat (AS) Rabu kemarin, dan berpeluang berlanjut lagi pada perdagangan Kamis (13/4/2023). Bahkan tidak menutup kemungkinan memecahkan rekor terkuat 2023.
Melansir data Refinitiv, rupiah kemarin mengakhiri perdagangan dengan menguat tipis 0,04% ke Rp 14.875/US$, setelah sebelumnya sempat menyentuh Rp 14.835/US$. Rekor terkuat 2023 Rp 14.830/US$ yang dicapai pada 2 Februari lalu.
Potensi berlanjutnya penguatan rupiah terlihat dari indeks dolar AS yang merosot 0,7% pada perdagangan Rabu pasca rilis data inflasi yang melambat.
Inflasi berdasarkan consumer price index (CPI) pada Maret dilaporkan tumbuh 5% year on year (yoy), dari bulan sebelumnya 6%, dan lebih rendah dari ekspektasi 5,2%.
Meski demikian, inflasi Inti justru tumbuh 5,6% sesuai dengan ekspektasi analis dan lebih tinggi dari bulan sebelumnya 5,5%.
Pasca rilis tersebut, bank sentral AS (The Fed) masih diperkirakan akan menaikkan suku bunga pada Mei nanti. Tetapi di sisi lain, pasar juga melihat probabilitas pemangkasan suku bunga pada Juli meningkat menjadi 50%, dibandingkan pekan lalu 38%, berdasarkan data dari perangkat FedWatch milik CME Group.
Hal ini membuat indeks dolar AS jeblok, yang membuka ruang penguatan rupiah.
Secara teknikal, rupiah saat ini berada di bawah rerata pergerakan 50 hari (Moving Average 50/MA 50), MA 100 dan MA 200. Sehingga ruang penguatan tentunya terbuka lebih besar.
Penguaran Mata Uang Garuda semakin terakselerasi setelah sukses menembus level psikologis setelah sukses melewati Rp 15.090/US$ yang sebelumnya menjadi support kuat.
Level tersebut merupakan Fibonacci Retracement 50% yang ditarik dari titik terendah 24 Januari 2020 di Rp 13.565/US$ dan tertinggi 23 Maret 2020 di Rp 16.620/US$.
Selama mampu bertahan di bawah level psikologis Rp 14.900/US$, rupiah berpeluang menguat lebih jauh ke kisaran Rp 14.840/US$. Penembusan ke bawah level tersebut akan membuka ruang penguatan rupiah ke RP 14.800/US$, bahkan tidak menutup kemungkinan lebih jauh lagi.
Sementara itu indikator Stochastic pada grafik harian mulai masuk wilayah jenuh jual (oversold).
Stochastic merupakan leading indicator, atau indikator yang mengawali pergerakan harga. Ketika Stochastic mencapai wilayah overbought (di atas 80) atau oversold (di bawah 20), maka harga suatu instrumen berpeluang berbalik arah.
Dengan stochastic masuk wilayah oversold, artinya ada risiko rupiah mengalami koreksi. Resisten terdekat berada di kisaran Rp 14.930/US$, jika ditembus ada risiko rupiah melemah menuju level psikologis Rp 15.000/US$.